5 Hal Yang Bikin Hidup Lebih Damai (dan Bahagia!)
Tiap orang punya definisi berbeda
tentang kebahagiaan dan punya cara berbeda juga buat mencapai ke sana. Buat
saya, ini artinya sama dengan punya inner
peace.
Nggak peduli kehidupan sedang bergejolak, asalkan kepala saya
cukup tenang dan hatinya masih berbunga, rasanya saya akan baik-baik saja. Tapi hidup, tuh,
dinamis banget. Ketika merasa nggak tenang, dan nggak hilang setelah sebentar
senang-senang, berarti memang ada yang salah secara mendasar. Bagi saya ini
nggak mudah, tapi saya selalu berusaha mencari tahu penyebabnya dan mengatasi
sesegera mungkin. Karena nggak tenang itu bikin nggak bahagia. Dan kalau nggak
bahagia, banyak hal jadi runyam.
Here’s my list!
Merasa
Cukup
Saya pernah menyinggung salah satu wawancara
paling berkesan dengan seorang aktris ibukota yang membahas soal perasaan
cukup. Waktu itu saya setuju dengannya karena tahu persis rasanya terus menerus
merasa kurang. Sebagian karena menginginkan kesempurnaan, sebagian lagi karena
rasa tamak. Masalahnya, saya jadi nggak tenang. Sampai akhirnya, saya capek
sendiri, dan muncul kesadaran bahwa yang saya punya sekarang ini adalah kadar
yang paling pas untuk kondisi saat ini. Kalau sudah merasa cukup, kondisi
apapun rasanya nyaman aja, sih, dijalani.
Bersyukur
Ini mirip sebetulnya sama yang pertama,
tapi bersyukur di sini maksud saya juga berarti punya penerimaan. Oke, saya
merasa cukup atas apa apa yang saya miliki. Saya berterima kasih pada diri saya
sendri yang sudah berusaha dan akhirnya membuahkan hasil yang ini, kepada Tuhan
yang memberi kesempatan, juga kepada orang-orang yang membantu. Di saat yang
sama saya juga bersyukur dikasih hambatan ini itu dan ketemu si ini juga si itu
yang njengkelin. Saya terima, kok,
kalo mereka itu rese banget.
Awalnya ngeluh dan misuh-misuh, sih,
tapi tetap jalan terus. Tapi saya percaya kalau saya memang perlu ketemu
orang-orang itu dan masalah itu supaya bisa berubah lebih baik.
Nggak
Perlu Membandingkan
Kalau kadar dan cara melihatnya nggak
tepat, membandingkan itu bisa menjadi kejahatan paling jahat ke diri sendiri.
Mungkin betul bahwa si A tampaknya punya achievement lebih. Bisa jadi juga
memang benar bahwa si B kehidupannya tampak lebih manis. Tapi kita nggak tahu
kalau mereka sedang dalam perjalanan dan perjuangan masing-masing. Dan satu
lagi, kita nggak pernah tahu apakah yang kita bandingkan ini betul-betul
sepadan? Suatu waktu, seorang teman pernah bilang gini, “Ibarat skripsi, orang
itu sudah ada di bab tiga, gue bab satu aja belum kelar. Jelas beda
progress-nya. Jadi ngapain iri?”
Jauh-jauh, deh, dari membandingkan yang
nggak perlu dan rasa iri. Fix banget mereka itu penyakit hati.
Paham bahwa Nggak Ada yang Abadi
Mau itu sekadar baju kesukaan maupun
teman, kesempatan maupun mantan, pasti ada aja rasa kehilangan kalau mereka nggak
ada lagi buat kita. Yaaa mungkin bisa deh menghibur diri dengan bermacam hal,
tapi kalau masih balik lagi aja rasa kehilangannya, berarti belum move on.
Semua memang perlu waktu, tapi harus diusahakan supaya hidup bisa santai lagi. Pertama,
berduka kelamaan itu berlebihan, dan kedua, ya itu tadi: nggak ada yang abadi.
Apapun bisa hilang dari sisi kita kalau memang sudah waktunya. Sedih boleh,
tapi kita harus gerak terus. Jangan jahat sama diri sendiri dengan menunda
hal-hal lebih baik yang sudah menunggu di depan J
Worry
Less, Live the Present
Rutinitas dan kehidupan jaman instan ini pada
suatu titik bisa cukup mengikis kemanusiaan seseorang. Pikiran saya kerap
kemana-mana padahal sedang bersama orang yang cuma seminggu sekali saya temui. Atau
ketika bertemu orang baru, ada yang merasa punya kewajiban untuk membentuk
suatu kesan diri pada orang lain. Pada beberapa orang kesannya malah fake. Seorang teman bahkan sampai peduli
sekali atas apa yang mungkin orang
pikirkan atas tindakannya. Kalau sudah begini, mencari kesenangan macam apapun
nggak akan bikin tenang karena kuncinya adalah mengendalikan diri supaya nggak
khawatir terlalu jauh. Daripada sibuk memikirkan hal-hal yang ada di luar
kendali kita, coba fokus ke current feeling on current occassion. Kita akan
tau, kok, apa yang harus dilakukan, genuinely.
J
Comments