Kembali Membaca Gara-Gara Menang Undian E-Book Di Awal Pandemi
Seumur-umur saya nggak pernah yang menang undian apapun. Namun sekitar Bulan April lalu seorang teman menyarankan saya untuk ikut sebuah undian di Twitter, yang berhadiah akses gratis ke Gramedia Digital selama sebulan. Ternyata kali ini saya mujur, dan segera saja saya unduh beberapa judul buku sastra Indonesia yang sudah berbulan-bulan masuk wishlist saya. Novel klasik dari Ahmad Tohari ini salah satunya.
Novel ini judulnya Kubah, tetapi soal kubah secara harfiah itu cuma dibahas sedikit di bagian akhir. Ceritanya berkisah tentang Karman, seorang mantan tahanan politik yang baru bebas dari Pulau Buru. Alur utamanya mengajak pembaca kembali ke masa lalu, sekitar era '65 dulu, sebelum Karman diasingkan karena jadi bagian dari kelompok komunis.
Kubah ini sebetulnya buku terakhir yang saya baca di Gramedia Digital, dan rencananya kepingin juga menyimpan versi cetaknya. Yang bikin saya cukup tertarik mengoleksinya adalah beberapa kutipan ucapan dan adegan dari dalam cerita ini yang menurut saya bagus. Sayang, saya nggak sempat menyimpan kutipan-kutipan adegan yang saya maksud sebelum akses saya ke Gramedia Digital itu berakhir.
Intinya sih saya cukup menikmati membaca novel ini. Meski bawa-bawa komunis dan sedikit sejarahnya, sebetulnya "Kubah" ini ringan aja dibacanya. Cuma jangan ditelan mentah-mentah aja ya, kesan yang ditampilkan penulisnya tentang orang-orang ateis dan yang punya ideologi komunis.
Ngomong-ngomong, memenangkan akses gratis ke Gramedia Digital ini akhirnya malah membuat saya terbiasa lagi membaca cerita. Padahal sepanjang tahun ada saja buku cerita yang saya beli, dibiarkan berjejer di rak tanpa membuka plastik pembungkusnya. Setelah cerita-cerita dari Ahmad Tohari, selanjutnya giliran novel dan cerpen dari A. A. Navis nih yang masuk reading list!
Comments