Mantap Resign Setelah Seminggu Kerja Meski Belum Ada Kerjaan Baru
Lima tahun lalu, resign tanpa ada kerjaan baru itu pantang banget gue lakukan. Alasannya cuma satu: butuh uang. Fast forward ke lima tahun setelahnya, gue memutuskan resign setelah seminggu kerja tanpa ada kerjaan baru setelahnya. Bahkan sampai berasa makan gaji buta selama dua minggu terakhir. Keputusan ini tentu gue ambil setelah menimbang berbagai hal, terutama adanya safety net yang memungkinkan gue untuk mengambil pilihan ini.
Alasan gue resign tanpa kerjaan setelahnya itu kurang lebih begini:
1. Beda value dengan perusahaan
Buat sebagian orang, bekerja itu ya sesederhana melakukan kerja lalu mendapat kompensasi berupa gaji di akhir bulan. Buat sebagian orang lainnya, punya value yang sama dan sejalan dengan value yang kita punya itu lebih penting. Saat ini gue cenderung ke golongan kedua, dan merasa sangat tersiksa kalau nilai-nilai mendasar perusahaan aja gue anggap salah. Kalay cuma untuk jangka pendek, ini masih bisa gue tahan, tapi jelas nggak buat komitmen jangka panjang.
2. Nggak fit in dengan lingkungan kerja
Banyak momen yang membuat gue merasa gue bicara dalam 'bahasa' yang berbeda dengan rekan kerja. Banyak hal yang bisa sederhana malah jadi rumit dan nggak efisien. Banyak pula hal yang gue anggap penting malah dirasa sepele dan sebaliknya. Kami kayak berada di gelombang frekuensi yang berbeda dan itu menyiksa sekali. Efeknya gue merasa dungu sekali dan amatiran. Perasaan begitu dampaknya nurunin self-esteem banget.
3. Kelelahan mental
Ini dikonfirmasi oleh psikolog gue, dan logikanya kan ketika kita lelah maka perlu istirahat. Setiap hari rasanya gue seperti diseret tanpa daya dan itu terasa menyakitkan. Nggak apa-apa deh kalau orang melihat keputusan gue mundur ini sebagai tindakan gegabah atau impulsif, apalagi lemah mental. Kenyataannya, gue memang sedang nggak punya mental currency yang cukup buat terus melakukan kerja, hanya demi rupiah di akhir bulan yang nggak seberapa.
4. Stres karena jam kerja 'fleksibel'
Ini gue kasih disclaimer dulu ya: load kerja gue dibanding rekan yang lain itu nggak seberapa. Nah, yang mengusik itu berkaitan sama jam kerjanya. Alasan 'kerjaan mah bakal ada aja terus' menurut gue bukan pembenaran untuk working overtime tanpa dibayar lebih. I have boundaries and I deserve to have a personal life without any distraction from work, esp. on weekends. 'Lho, tapi can kerjaannya emang belum kelar, lo mau kabur dari tanggung jawab?' Ya monmaap nih kalo nggak bisa diajak sama-sama ngelarin pas weekdays sih berarti emang nggak jodoh aja mindset-nya, jadi nggak apa-apa kok kalo gue yang mundur.
5. Self-respect
Setelah ngobrol dan sharing cerita ke teman-teman yang udah lebih dulu resign karena burnout, gue sampai pada kesimpulan bahwa pekerjaan yang baru gue jalani seminggu ini memang bukan untuk gue. Gini, yang namanya kerjaan itu akan ada terus dan nggak ada habisnya. Di tiap kerjaan juga akan ada aja hal nggak ngenakinnya. Itu semua betul. Sekarang yang jadi penentu adalah soal apakah kita mau menjalaninya? Apakah kita mau menerima konsekuensi kerjanya? Dan di pekerjaan ini jawabannya gue nggak mau menjalaninya dan nggak mau menanggung konsekuensinya yang terlalu merusak.
6. Punya safety-net
Resign tanpa ada pekerjaan baru setelahnya tentu bukan tindakan gegabah yang bisa diputuskan dalam sekejap. Gue melewati pergolakan batin dulu dan melakukan berbagai justifikasi, bahkan mengafirmasi toxic positivity ke pikiran gue. Sampai akhirnya beneran melihat bahwa ini bukan hal yang baik buat gue, kemudian merencanakan keuangan, lalu melihat bahwa gue masih punya safety net yang mendukung kelayakan hidup gue setelah resign, barulah gue mantap resign meski tanpa kerjaan baru setelahnya.
Setiap orang tentu punya perjalanannya masing-masing, termasuk dalam hal karier. Kalau kalian terpikir juga buat resign tanpa ada pekerjaan baru setelahnya, pikir masak-masak dulu aja sebelum memutuskan buat resign. Satu hal penting, ini bukan hal yang membanggakan maupun layak dicemooh. Poin utamanya adalah mengambil keputusan yang memang dibutuhkan diri kita di saat ini.
We only live once, dan tiap orang punya privilege-nya masing-masing buat bikin hidup ini lebih bearable buat dijalani. Jangan sampai deh menyia-nyiakan waktu dengan mengabaikan apa saja yang sebetulnya paling penting buat well-being kita.
Comments