Karya Paling Menarik di Pameran Present Continuous Museum MACAN
Awal pekan lalu gue mampir ke press-preview pameran Present Continuous/ Sekarang Seterusnya di Museum MACAN. Kali ini gue hadir di sana untuk DEWI, tapi untuk cerita yang lebih personal dan spesifik gue akan menulis di sini. Sebetulnya proyek ini udah jalan dari September 2021 lalu dan ada berbagai aktivitas daring gitu, tapi puncaknya itu pameran lima karya dari beberapa seniman dan kolektif seni yang dikurasi sama ko-kurator berbagai daerah gitu.
Lima karya yang dipamerkan ini menurut gue menarik-menarik banget konsep dan cerita di balik karyanya. Muhlis Lugis dari Makassar, misalnya, menghadirkan seri lukisan cukil kayu empat panel, yang bercerita tentang praktik budidaya pangan serta sosok Sanglang Serri (Dewi Padi) dalam epos Bugis I La Galigo.
Seri lukisan cukil kayu "Sanglang Serri" - Muhlis Lugis
Tapi yang menurut gue paling menarik, dari perspektif personal yang sangat subyektif tentunya, itu "Rebak Raung Warga" karyanya Mira Rizky dari Bandung. Ini bentuknya instalasi mirip jaringan kabel listrik dengan tiang-tiangnya, dengan bunyi-bunyian yang sampelnya diambil dari pemukiman warga di Kecamatan Regol, Bandung.
Mira Rizky ini bahas soal gated community, atau masyarakat berpagar. Konsep gated community ini pada mulanya mengacu pada sekelompok orang yang tinggal di kompleks perumahan dengan bangunan-bangunannya yang berpagar, membatasi akses sehingga hanya orang dalam pemukiman itu aja yang bisa keluar-masuk.
Nah, konsep gated community yang terkesan eksklusif ini menurut Mira maknanya jadi meluas gara-gara pandemi. Penyebabnya, pembatasan sosial, yang membuat lalu lintas banyak dialihkan dari jalan utama. Akibatnya pengendara motor mencari jalan alternatif ke perkampungan warga. Enggan pemukimannya ramai jadi jalan umum, maka orang-orang di perkampungan ini jadi memagari akses masuknya masing-masing supaya 'orang luar' nggak bisa sembarangan masuk ke gang lagi kayak dulu. Bunyi-bunyian dari 'gated community' di Regol ini yang akhirnya dibagikan oleh Mira lewat instalasinya di Museum Macan.
Sayangnya gue nggak bertemu dengan kreatornya langsung, tetapi dari penuturan kurator pameran, katanya Mira yang seorang perupa, edukator, dan musisi ini memang punya ketertarikan dengan suara, serta melakukan observasi sepanjang pandemi. Dia ingin melihat seperti apa jadinya ketika eksplorasi memori lewat bunyi yang dia lakukan ini dihadirkan lagi di ruang pamer.
Sekarang ini mungkin kabar duka karena covid atau bunyi-bunyian sirine ambulans udah nggak sesering pertengahan tahun lalu ketika gelombang varian Delta bikin kalang kabut banyak orang. Gue pun termasuk orang yang terinfeksi dan isoman beberapa minggu. Bunyi-bunyian seperti itu kan yang akhirnya bikin gelisah, bahkan ketika kita sekadar mengingatnya kembali. Ini juga yang jadi gagasan Mira: keterikatan antara suara, ruang, dan memori yang melekat di masyarakat, terutama selama pandemi.
Bisa jadi ini menarik karena gue sendiri tinggal di pemukiman 'gated community' yang baru ini, alias perkampungan warga. Bisa jadi juga karena mengalami bunyi-bunyian yang trigerring kecemasan itu. Jadi semacam 'likes' karena merasa relate dengan yang diceritakan. Tapi gue rasa, siapa pun pasti punya memori tentang pandemi di puncak gelombangnya ini. Mengingatnya di saat keadaan sudah lebih baik, rasanya seperti memberi semangat bahwa kita akan baik-baik saja melewati semua itu.
Btw selain karyanya Mira Rizky dan Muhlis Lugis, ada tiga karya baru lainnya dari perupa yang berpartisipasi dalam proyek ini. Pameran Present Continuous/ Sekarang Seterusnya di Museum MACAN ini digelar selama periode 15 Januari - 15 Mei 2022. Cusss sambangi!
Comments