Tentang Elphaba "The Wicked Witch", Memori Masa Kecil, dan Sosok Princess yang Bikin Muak


Dulu, waktu usia saya masih lebih muda, rasanya film-film yang ada itu cenderung membuat kita mendambakan menjadi sosok protagonis dalam dongeng-dongeng. Akhirnya, banyak anak perempuan ingin menjadi putri-putri cantik, punya banyak gaun megah, dianggap baik hati, dan sempurna. Tokoh-tokoh cerita seperti Cinderella, Snow White, dan Belle menjadi idola, sementara karakter antagonis wanita kerap diabaikan atau bahkan dibenci.

Tokoh-tokoh antagonis perempuan, seperti Maleficent, seringkali digambarkan sebagai sosok jahat tanpa alasan yang jelas. Kita hanya melihat sisi buruk mereka, tanpa memahami motivasi atau latar belakang mereka. Namun, film-film yang menarasikan versi alternatif seperti Maleficent (2014) bisa memberikan perspektif yang berbeda. 


Dulu, orang-orang cuma tahu Maleficent sebagai peri jahat yang mengutuk Aurora, karena Maleficent nggak diundang ke pesta pemberkatannya Aurora sama Raja dan Ratu, orang tuanya Aurora. Dari film Maleficent, kita tahu versi lain dari dongeng indah ini, bahwa biang kerok sebenernya ya papanya Aurora. Kita juga jadi diajak melihat kerapuhan, emosi, dan sisi manusiawi lainnya dari sosok Maleficent.



Suka banget sih gue sama cerita film Maleficent (2014) 

Dulu, kalau saya sekadar nyeletuk soal Maleficent begitu pasti ada sebabnya, pasti auto-dianggap aneh sama orang-orang. Respons-respons seperti itu bagi saya rasanya seperti sikap buang muka pada realitas alternatif, yang seringkali lebih berpihak pada orang-orang yang terpinggirkan. Saya cerita begini juga rasanya trigerring memori lama soal dianggap aneh karena kerap mempertanyakan hal-hal yang menurut orang nggak perlu dikritisi.


Anyway, fast forward ke satu dekade kemudian, ada film Wicked (2024) yang menceritakan versi alternatif di semesta Oz lewat sosok Elphaba Thropp alias The Wicked Witch from the West. Di film ini dikisahkan sosok Elphaba dan sejarah hidupnya, sampai akhirnya dia 'membelot' jadi 'jahat'. 


Saya senang banget sosok Glinda yang dari dulu bikin saya muak banget itu akhirnya digambarkan persissss seperti imaji saya soal karakter ini: cuma peduli penampilan dan bersikap baik demi self-image belaka. Pokoknya si Glinda ini not a girl's girl banget, deh. Sebaliknya, Elphaba, yang sering dianggap jahat, di sini diceritakan bahwa sebenarnya adalah sosok yang berani melawan ketidakadilan dan memperjuangkan kebenaran. 


Meskipun ini hanya cerita fiksi, saya pikir anak-anak bisa belajar melihat sesuatu dari beberapa perspektif berbeda, sih, dari penuturan seperti di film-film itu. Kalau dulu, generasi saya didikte untuk melihat seseorang dari reputasi dan apa yang tampak ia lakukan, film-film yang menjual 'versi lain' tentang sosok penjahat ini menurutku sih menarik ya. Siapa tahu, penontonnya jadi lebih jeli melihat kebaikan-kebaikan yang sebenarnya motifnya ego belaka, bukan buat kebaikan dunia. Siapa tahu juga, ke depannya anak-anak perempuan jadi lebih berdaya dan nggak menjatuhkan sesama perempuan demi menjadi si paling Princess Jelita nan Baik Hati di mata dunia. Hahahahaa 


Comments

Popular Posts